Seribu Buku untuk Tunanetra

Kamis sore lalu, di Library@Senayan, Ismail melangkah ke muka penonton tanpa keraguan. Keterbatasan yang dimilikinya membuat ia tak bisa melihat panggung, tapi lampu spot, derap emosi penonton yang larut bersama langkahnya, karakter tokoh yang lekat dalam diri: seluruh aspek panggung telah begitu hidup dalam imajinya. Sore itu, ialah si empunya panggung dan seluruh pementasan. Meski sesekali pergerakannya mesti dibantu oleh orang awas (istilah or
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini