SURAKARTA - Palang Merah Indonesia (PMI) Surakarta meresmikan pembangunan klinik cuci darah pada 22 April lalu. Namun klinik cuci darah tersebut baru beroperasi pada Senin lalu karena sebelumnya terhambat perizinan. Direktur Unit Donor Darah PMI Surakarta, Titis Wahyuono, mengatakan, dari 23 orang yang masuk daftar, saat ini ada delapan pasien yang sudah mendaftar sebagai pasien tetap. "Baru delapan orang yang konfirmasi menjadi pasien tetap," katanya kepada Tempo, kemarin.
Memiliki 10 unit mesin cuci darah, dia mengatakan, maksimal hanya bisa melayani 60 pasien tetap. Asumsinya, setiap mesin dapat melayani dua pasien tiap hari, sehingga dalam sehari maksimal ada 20 pasien. Tiap pasien cuci darah rata-rata membutuhkan 2 kali cuci darah dalam seminggu. Sehingga, jika dirata-rata, ada 60 pasien berbeda yang dilayani dalam seminggu. "Kalau kuota 60 pasien tetap sudah terpenuhi, terpaksa kami menolak pasien baru, karena sudah tidak ada jadwal kosong," ucapnya.
Dia mengatakan prinsip pelayanan cuci darah di PMI Surakarta mengedepankan tindakan. Sehingga, meski yang datang pasien tidak mampu, tetap dilayani. "Kami tak menanyakan ada-tidaknya kartu miskin, kartu BPJS Kesehatan, dan sebagainya. Itu belakangan dan yang penting segera ditangani," katanya. Seusai cuci darah, kemudian PMI Surakarta yang menguruskan kartu BPJS Kesehatan. Walhasil, biaya cuci darah tanpa BPJS Kesehatan ditanggung PMI Surakarta.
Sekretaris PMI Surakarta, Sumartono Hadinoto, mengatakan izin operasi dari Dinas Kesehatan Surakarta diperoleh setelah ada dokter spesialis penyakit dalam yang mengalihkan kegiatan prakteknya ke PMI Surakarta.
Klinik cuci darah tersebut dibangun dengan investasi Rp 1,5 miliar. Tujuannya, agar masyarakat, khususnya yang kurang mampu, bisa mengakses layanan kesehatan yang lebih baik. Dia menegaskan tidak membatasi pasien hanya dari Surakarta. "Setiap orang yang perlu dibantu akan dibantu oleh PMI Surakarta," ucapnya. Titis mengakui saat ini jumlah pasien tetap tergolong sedikit. UKKY PRIMARTANTYO