YOGYAKARTA - Puluhan warga Yogyakarta dari berbagai organisasi kemasyarakatan serta paguyuban lurah dan dukuh menggelar ritual adat di depan Pagelaran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat kemarin. Mereka yang menamakan diri Kawulo Rakyat Mataram mengakhiri ritual adat itu dengan pembacaan deklarasi.
Deklarasi berisi tekad mereka mempertahankan keistimewaan Yogyakarta dengan penetapan Sultan dan Pakualam sebagai gubernur dan wakil gubernur, serta menolak pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Jika tuntutan mereka ditolak, mereka mengancam akan menggelar kongres agung. "Kalau penguasa tidak punya niat baik, kami akan menggelar kongres agung," kata perwakilan Forum Intelektual dan Budayawan Yogyakarta, Suryo Negoro, di depan Pagelaran.
Dalam kongres agung itu rencananya mereka akan menuntut pengembalian kedudukan Daerah Istimewa Yogyakarta seperti saat ijab kabul pada 5 September 1945, yakni Sultan dan Pakualam yang bertakhta adalah kepala daerah dan wakilnya yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. "Ada rencana kongres itu pada 5 Oktober nanti, bertepatan dengan Hari Angkatan Bambu Runcing Yogyakarta," kata Ketua Paguyuban Dukuh DIY Sukiman Hadi Wijoyo.
Rencana kongres agung menguat lantaran dipicu usulan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, yang meminta pengisian jabatan dengan penetapan secara demokratis. Pilihan itu dinilai Sultan Hamengku Buwono X sama saja dengan pemilihan melalui dewan perwakilan rakyat daerah. "Kok, semakin enggak jelas pusat itu," kata Sukiman.
Upacara ritual tersebut diawali dengan laku peserta yang duduk menghadap ke arah keraton, membakar dupa, dan melantunkan tembang-tembang Jawa. Dalam ritual itu sempat ada happening art yang dilakukan seorang peserta, yang seolah menggambarkan orang sedang kesurupan. PITO AGUSTIN RUDIANA