YOGYAKARTA - Sejumlah peserta Pendidikan dan Pelatihan Advokasi Kesejahteraan Sosial, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Sosial, Kementerian Sosial mengusulkan perlunya pemisahan aturan anak jalanan dari rancangan peraturan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang anak jalanan, gelandangan, dan pengemis.
Pasalnya, upaya mengatasi meningkatnya jumlah anak jalanan berbeda dengan penanganan terhadap gelandangan dan pengemis, meski mereka sama-sama hidup di jalanan. "Kalau dijadikan satu, penanganan anak jalanan bisa dilakukan represif," kata Supartini, pembimbing diklat itu, seusai audiensi dengan Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, Kamis lalu.
Menurut dia, latar belakang perlunya pemisahan itu lantaran penanganannya berbeda. Gelandangan dan pengemis biasa ditangani dengan represif, seperti dalam razia. Sedangkan anak jalanan mesti mendapat upaya penyelamatan karena mereka masih tergolong anak-anak.
Karena itu, Supartini melanjutkan, perlu adanya modifikasi penanganan dari penjaringan (razia) menjadi penyelamatan. "Kami usul agar pengaturan anak jalanan masuk Raperda Perlindungan Anak, sehingga upayanya penyelamatan, bukan represif," kata Supartini.
Supartini memberi contoh, anak-anak putus sekolah yang terpaksa hidup menggelandang di jalanan. Ironisnya, penanganan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja atau kepolisian dengan cara penangkapan.
Menurut Supartini, mestinya pihak yang berkompeten menangani masalah itu adalah dinas pendidikan setempat. "Penanganan untuk anak jalanan dengan cara melindungi, bukan mengkriminalisasi," Supartini menegaskan.
Sebagaimana diketahui, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis sejak tiga tahun lalu terkatung-katung. Di satu sisi, Supartini menilai, penundaan itu sebagai salah satu peluang mengoptimalkan aturan khusus tentang anak jalanan.
Anggota Komisi D, Putut Wiryawan, sepakat atas usulan itu. Alasannya, latar belakang anak-anak yang hidup di jalanan berbeda-beda. Ada yang menggelandang karena ekonomi, ada juga karena ditelantarkan orang tua. "Jadi penanganannya memang berbeda," kata Putut.
Hanya, anggota Komisi D lainnya, Sadar Narimo, mengakui, pada 2010 rancangan itu belum masuk program legislatif daerah 2010. "Kalau tidak masuk prioritas tahun ini, ya, bisa diusulkan tahun depan," kata Sadar.
Pendapat yang sama dikemukakan Putut. Bahkan salah satu anggota Badan Legislatif DPRD DIY itu berjanji mendesak agar rancangan itu menjadi prioritas pembahasan tahun depan. Menurut dia, penundaan pembahasan lantaran belum ada data akurat mengenai jumlah anak jalanan di DIY dari dinas sosial. | PITO AGUSTIN RUDIANA