maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Belum Memiliki Akun Daftar di Sini
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Seperti tak pernah jera, pelaku kekerasan di lingkungan kampus terus mengulang perbuatannya. Berbalut kegiatan ekstrakurikuler dan "spirit" senior lebih berkuasa ketimbang junior, kekerasan yang berujung hilangnya nyawa manusia terjadi setiap tahun—dan seolah menjadi peristiwa rutin.
Dua mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tewas setelah mengikuti pelatihan pencinta alam di Gunung Lawu pada pekan lalu. Syaits Asyam dan Muhammad Fadli meninggal diduga karena disiksa para seniornya saat menjalani pelatihan. Sebelumnya, pada 10 Januari lalu, Amirullah Adityas Putra, taruna tingkat I Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, tewas karena dianiaya. Dua kejadian ini menambah panjang daftar kekerasan di kampus yang berujung kematian.
Pengusutan dugaan penyelewengan dana Bantuan Sosial pemerintah DKI Jakarta sebesar Rp 13,6 miliar ke Gerakan Pramuka yang menyeret calon wakil gubernur Sylviana Murni mesti dilakukan hingga tuntas. Kepolisian RI harus mengungkap secara menyeluruh pelaku yang terlibat.
Obyektivitas pun mesti dijaga untuk menepis tuduhan politisasi dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Pengusutan kasus ini juga sangat penting untuk menguji kualitas calon pemimpin daerah dalam pemberantasan korupsi.
Manajemen PT Pertamina (Persero) tak boleh menganggap enteng kerusakan di kilang pengolahannya. Sekecil apa pun masalah itu, bila terjadi secara beruntun di beberapa tempat, dampaknya akan menjadi besar. Hal itulah yang sekarang terjadi. Perusahaan pelat merah itu terancam merugi lebih dari Rp 1 triliun lantaran sejumlah kilang berhenti beroperasi secara bertubi-tubi.
Sulit memahami bagaimana manajemen Pertamina terkesan membiarkan kesalahan ini terus terjadi. Sejak 2 Desember 2016, setidaknya sepuluh kali Pertamina menyetop kerja beberapa kilang pengolah minyak mentah menjadi bahan bakar minyak miliknya. Kilang Balikpapan atau Unit Refinery V di Kalimantan Timur telah berhenti beroperasi tiga kali. Kilang penghasil BBM terbesar kedua di Indonesia ini—setelah Kilang Cilacap di Jawa Tengah—tercatat dua kali mati total alias total black out.
Presiden Joko Widodo harus menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. Draf yang disetujui oleh rapat paripurna DPR pada pertengahan Desember lalu itu kini menunggu persetujuan Jokowi untuk dibahas lebih lanjut.
Presiden Jokowi dapat menolak RUU jika berpotensi menimbulkan bahaya atau sulit dilaksanakan. Ada banyak alasan bagi Presiden Jokowi untuk menolak RUU inisiatif DPR itu. Banyak pasal dalam rancangan itu banyak yang bertabrakan dengan aturan dan undang-undang yang ada.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.