Ben Sohib
DALAM keadaan mabuk vodka murahan kami merencanakan pembunuhan. Zairin Ansar yang pertama kali melontarkan gagasan itu, sementara aku dan Jawahir Wahib langsung mengamini. Kami bertiga memang sama-sama pembenci, tepatnya pendengki, lelaki buruk rupa yang menjalin hubungan asmara dengan perempuan cantik, tapi kami tak menyangka bahwa kebencian kami itu bisa sedemikian rupa dan akhirnya menggiring kami pada keinginan untuk menghabisi nyawa seseorang. Dan seseorang itu adalah Jendol.
Ia teman kami sendiri. Nama aslinya Rendy Fansuri, wajahnya mirip tapir. Kami sepakat memanggilnya "Jendol" karena menurut kami Rendy adalah nama yang terlalu bagus untuk tampang seburuk itu. Awalnya kami tak memiliki masalah dengan tampang buruk dan nama bagusnya itu. Tapi kami mengganti namanya serta menyingkirkannya dari pertemanan semenjak ia mulai tak bisa mengendalikan mulutnya sendiri. Hari ini ia bilang Zara menaruh perhatian padanya, hari yang lain ia berkata bahwa Mona terus-menerus melirik dirinya. Mungkin kami akan tetap berteman dengannya jika saja nama-nama yang ia sebut itu bukan perempuan-perempuan yang, jangankan menaruh perhatian, mengetahui bahwa kami ada saja kami tak yakin. Padahal, dibandingkan Jendol, wajah kami jelas lebih menarik. Pendek kata, mereka itu perempuan-perempuan papan atas di kampus kami.