maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Belum Memiliki Akun Daftar di Sini
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Peringatan tragedi 12 Mei--genap 16 tahun pekan ini--kian mirip ritual tahunan rutin: bendera setengah tiang, tabur bunga, testimoni, aksi-aksi damai. Tapi ihwal yang jauh lebih penting justru belum jelas juntrungannya: membongkar pelaku pembunuhan empat mahasiswa Universitas Trisakti dan menyeret mereka ke pengadilan.
Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri 1995), Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil 1995), dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi 1996) ditembak aparat keamanan pada 12 Mei 1998. Kematian empat anak muda ini mendahului huru-hara besar di Jakarta pada 13-15 Mei, menjelang turunnya Presiden Soeharto.
Gagasan mengeluarkan travel warning bagi warga Indonesia yang akan bepergian ke Arab Saudi layak dipertimbangkan. Semakin banyak bukti bahwa warga negara kita yang diduga terjangkit virus Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) terus bertambah. Semula 48 orang, kini telah menjadi 77 orang, yang tersebar di sejumlah provinsi.
Rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen sebaiknya segera dilakukan. Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) ini terang-terangan mengaku mengetahui penculikan aktivis politik pada 1997/1998. Kendati amat terlambat, kesaksian sang Jenderal amat penting untuk membongkar peristiwa kelam ini.
Keangkuhan pemerintah berkukuh menjalankan ujian nasional sungguh tak dapat diterima nalar. Hajatan nasional itu selalu saja berujung kekisruhan. Dana ratusan miliaran rupiah yang dikeluarkan untuk ujian nasional hanya jadi bancakan proyek dan tak bisa mengatrol mutu pendidikan nasional.
Janji Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh bahwa ujian kali ini bakal tanpa kekacauan juga tak terpenuhi. Tahun ini memang tak ditemukan keterlambatan datangnya soal ujian. Namun sejumlah kekacauan, dari lembar soal yang salah cetak, soal yang berbau kampanye untuk salah satu calon presiden, sampai petunjuk yang membikin bingung, tetap saja ada. Yang lebih memprihatinkan lagi, apa lagi kalau bukan soal kebocoran ujian nasional. Demi label lulus 100 persen, banyak guru, pejabat Dinas Pendidikan di daerah, dan murid menghalalkan segala cara untuk menaklukkan ujian nasional. Mereka mencari bocoran soal dan kunci jawaban. Ada juga guru yang sengaja membolehkan muridnya ramai-ramai menyontek. Yang lebih parah, ada sekolah yang mendukung penyebaran bocoran jawaban ujian lewat SMS.
Kisruh larangan ekspor mineral mentah belum juga usai. Sejumlah perusahaan tambang asing masih saja mempersoalkan larangan ekspor ini berikut aturan ikutannya, termasuk soal besaran bea keluar dan pembangunan pabrik pemurnian. Mereka kini meminta keringanan ekspor karena stok mineral mentah menumpuk.
Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia dan delapan perusahaan tambang juga menggugat Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba, yang melarang ekspor mineral mentah, ke Mahkamah Konstitusi. PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia bahkan akan mengajukan gugatan ke arbitrase internasional.
Kalangan partai politik terlihat kedodoran membangun koalisi dan menyiapkan calon presiden. Hingga kini, belum muncul calon tangguh untuk menandingi Joko Widodo alias Jokowi--calon presiden yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat. Keadaan ini tak akan terjadi andaikata partai-partai mendengarkan keinginan publik dan pintar melahirkan pemimpin.
Prabowo Subianto merupakan satu-satunya pesaing Jokowi yang paling siap. Hanya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya ini belum bisa memastikan partai lain yang ikut mengusungnya. Ia telah menjajaki koalisi dengan sejumlah partai, seperti Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Golongan Karya. Tapi sejauh ini belum ada partai yang resmi bergandengan dengan Gerindra buat menyokong pencalonan Prabowo.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.