maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Belum Memiliki Akun Daftar di Sini
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak perlu sering mengumbar amarah andaikata reformasi birokrasi telah dijalankan. Undang-undang yang menjadi landasan perubahan konsep aparatur negara, termasuk pegawai daerah, ini sudah disahkan. Tapi pelaksanaannya masih menunggu peraturan pemerintah dan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Nasional.
Ahok kerap geram karena merasa dipermainkan oleh anak buahnya. Ia memarahi, antara lain, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Wiriatmoko, yang dianggap tidak becus mengurus bus hasil hibah. Menurut Ahok, bus bantuan yang berlogo nama perusahaan penyumbang ini semestinya dikenai tarif iklan murah. Tapi, oleh Wiriatmoko, diminta membayar iklan dengan tarif wajar. Sebaliknya, iklan dari partai politik malah gratis.
Penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka korupsi pajak merupakan tamparan bagi Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen ternyata meloloskan figur yang tak bersih untuk memimpin Badan Pemeriksa Keuangan. Fenomena seperti ini akan terus berulang bila DPR tidak memperbaiki mekanisme pemilihan pimpinan BPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan "kado istimewa" itu tak lama setelah Hadi mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua BPK. Hadi dijerat dengan kasus penyalahgunaan wewenang ketika ia menjabat Direktur Jenderal Pajak pada 2001-2006. Hadi menulis nota dinas yang mengabulkan keberatan Bank Central Asia atas tagihan pajak Rp 375 miliar. Padahal, menurut hasil telaah tim Direktorat Pajak, keberatan itu semestinya ditolak.
Pernyataan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang mendukung deklarasi gerakan anti-Syiah merupakan blunder besar. Sikap itu bisa menjadi bom waktu yang bisa menyulut tindakan kekerasan yang luas. Tindakan tersebut tak bisa ditenggang. Sebagai kepala daerah, Ahmad Heryawan semestinya menjamin hak asasi seluruh warganya, termasuk hak untuk memilih keyakinan.
Yang dilakukan Ahmad Heryawan sungguh tak bisa diterima akal sehat. Senin lalu, dia memang urung hadir dalam acara deklarasi Aliansi Nasional Anti-Syiah di Masjid Al-Fajr, Cijagra, Bandung. Namun Aher--panggilan Ahmad Heryawan--mengirim utusannya, Asisten Kesra Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi. Dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Ahmad Hadadi, Aher menyatakan, "Kami dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan dukungan kepada seluruh umat Islam yang senantiasa memelihara nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai keislaman, sehingga nilai-nilai itu tidak ternodai dengan ajaran-ajaran sesat."
Pelaksanaan ujian nasional tampaknya tak pernah sepi dari masalah. Tahun ini, muncul banyak keluhan dari peserta ujian nasional, sebagian terbaca di media sosial. Keluhan siswa sekolah menengah atas itu menyasar banyak hal mendasar dalam pendidikan nasional yang belum tuntas dibenahi.
Para siswa itu pada umumnya mengeluhkan ujian bahasa Inggris dan matematika. Mereka kesulitan memahami soal cerita dalam ujian bahasa Inggris karena selama ini lebih banyak belajar kosakata dan tata bahasa. Tingkat kesulitan matematika pun jauh dari bayangan mereka.
Pemblokadean kereta api Argo Dwipangga di Stasiun Bekasi mencerminkan amburadulnya manajemen perjalanan perkeretaapian di Indonesia. Kamis pekan lalu, kereta api jurusan Solo ini hampir empat jam disandera penumpang Commuter Line. Mereka memprotes keterlambatan kereta Jabodetabek yang berulang kali terjadi.
Terlalu seringnya keterlambatan itu terjadi lantaran jalur Bekasi-Jakarta sangat padat pada pagi dan sore hari. Berbeda dengan jalur Jakarta-Bogor, kereta api jarak jauh bersaling-silang dengan Commuter Line melewati jalur Bekasi-Jakarta. Dalam posisi seperti itu, kereta Jabodetabek sering dikalahkan. Kondisi itulah yang membuat penumpang kesal.
Setelah lebih dari 16 tahun mengalami periode ketatanegaraan yang menitikberatkan pada peran parlemen (legislative-heavy), sudah saatnya Indonesia kembali ke titik kesetimbangan. Gugatan judicial review yang diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia, Edy Suandi Hamid, ke Mahkamah Konstitusi, dua pekan lalu, merupakan kesempatan emas untuk mencapai hal tersebut.
Judicial review yang diajukan Edy berpotensi mengoreksi dua kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat yang selama ini membuat lembaga itu amat berkuasa. Yang pertama adalah kewenangan Senayan memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang kedua, kewenangan DPR memilih komisioner Komisi Yudisial.
Hari-hari ini partai politik rajin menjalin koalisi untuk pencalonan presiden. Manuver membosankan seusai pemilu legislatif seperti ini otomatis akan hilang pada 2019 karena pemilu bakal digelar serentak, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya, perubahan itu tidak serta-merta menghasilkan koalisi yang kuat di kabinet.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.