maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Belum Memiliki Akun Daftar di Sini
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Semenjak produsen otomotif ramai-ramai meluncurkan mobil murah low cost green car (LCGC), terjadi pro dan kontra yang hebat. Dimulai dengan penolakan yang dilakukan Gubernur DKI Jokowi, kemudian langsung didukung secara membabi-buta oleh para pengamat dengan tanpa mau sedikitpun menerima alasan pemerintah.
Razia terhadap pelajar di bawah umur yang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya yang baru-baru ini digalakkan Polisi Lalu Lintas (Polantas) di beberapa kota pasca-insiden kecelakaan anak musikus terkenal Ahmad Dhani, beberapa waktu yang lalu, ternyata menimbulkan masalah baru.
Ketika Kasunanan Solo"mengobral" gelar bangsawan kepada politikus atau siapa saja yang mau "bayar", kita dihadapkan pada fenomena bahwa kebangsawanan adalah pasar baru gelar. Bangsawan, sebagaimana gelar pendidikan modern, adalah fakta kultural, betapa gelar (dianggap) segaris lurus dengan (harapan) kemapanan ekonomi dan menaikkan digit status sosial dalam masyarakat.
"Ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang hanya lautan, di hadapan kalian hanya lawan. Demi Tuhan, kalian tak punya pilihan selain kesetiakawanan dan ketahanan diri. Dan ketahuilah, di Semenanjung ini, kalian hanya kumpulan yatim di perjamuan orang-orang tanpa empati. Musuh telah siap menyambut kalian dengan bala tentara dan persenjataan. Perbekalan mereka sungguh berlimpah. Adapun kalian, tiada beban selain pedang, dan tiada pula pangan selain yang berhasil kalian rampas dari musuh-musuh kalian…."
Hilangnya koleksi benda bersejarah di Museum Nasional Jakarta baru-baru ini sungguh sangat disesalkan. Empat benda bersejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad X-XI yang semuanya terbuat dari emas dicuri dari tempat penyimpanannya di ruang koleksi emas di Lantai Gedung A. Benda-benda itu baru disadari tidak ada di tempatnya pada Rabu, 11 September 2013, pukul 09.10 pagi, dan anehnya tidak langsung dilaporkan kepada polisi. Pelaporan ke polisi baru dilakukan pada Kamis, 12 September lalu.
Publik harus sadar bahwa di antara 6.607 Daftar Calon Legislator Tetap yang diumumkan KPU untuk memulai kampanyenya per 25 Agustus 2013, sebanyak 9 partai parlemen dari total 12 partai peserta pemilu memasang hampir semua anggota Dewannya yang kini in power (DPR RI periode 2009-2014). Berdasarkan temuan Pol-Tracking Institute, sekitar 90 persen anggota Dewan yang dicalonkan kembali tersebut menduduki nomor urut satu dalam daftar caleg. Artinya, sekalipun Pemilu 2014 menggunakan suara terbanyak daftar terbuka, perilaku pemilih sering memilih gambar partai daripada caleg. Suara partai itu umumnya akan dilimpahkan ke nomor urut satu, lalu ke nomor urut selanjutnya. Singkat kata, DPR RI periode 2014-2019 ke depan berpotensi diisi oleh mayoritas orang-orang yang sama, atau lebih dari 50 persen kinerja DPR post-2014 kira-kira hampir mirip periode 2009-2014 saat ini. Mungkinkah catatan DPR periode ini menjadi dasar sketsa buram periode 2014-2019 ke depan?
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.