Edisi Minggu, 14 April 2013
kami si penanam gelisah. saban hari merawat hitam
bunga di pekarangan rumah. hitam yang sekap
seperti matahari dihampiri gabak paling gelap.
kami sadar, bunga kami tak bakal mekar
meski segantang pupuk bertumpuk di tanahnya.
tetapi kami tak henti menyiram, menabur garam,
mengibarkan musim yang beranjak biru,
seharu kecemasan pokok-pokok gaharu
dibelah menjadi pot dungu, peti bisu, daun pintu reot tak tahu malu.
meski saban pagi hujan selalu datang, tak henti-henti meradang,
seperti luka terkembang, melintang-pukang di pekik tulang.
tetapi bunga tetaplah bunga
meski titik warnanya
retak terdepak si hitam kehilangan.
bening aromanya akan mewangi
meski buncahnya tersilap
di balik diri paling sepi.
maka kami percaya, bunga kami akan mekar jua,
sepercaya cahaya yang tabah singgah
di lekuk kuntumnya: duh, duri!
merekahlah, bunga kami, secerlang darah.
bunga di pekarangan rumah. hitam yang sekap
seperti matahari dihampiri gabak paling gelap.
kami sadar, bunga kami tak bakal mekar
meski segantang pupuk bertumpuk di tanahnya.
tetapi kami tak henti menyiram, menabur garam,
mengibarkan musim yang beranjak biru,
seharu kecemasan pokok-pokok gaharu
dibelah menjadi pot dungu, peti bisu, daun pintu reot tak tahu malu.
meski saban pagi hujan selalu datang, tak henti-henti meradang,
seperti luka terkembang, melintang-pukang di pekik tulang.
tetapi bunga tetaplah bunga
meski titik warnanya
retak terdepak si hitam kehilangan.
bening aromanya akan mewangi
meski buncahnya tersilap
di balik diri paling sepi.
maka kami percaya, bunga kami akan mekar jua,
sepercaya cahaya yang tabah singgah
di lekuk kuntumnya: duh, duri!
merekahlah, bunga kami, secerlang darah.
Baca Selengkapnya
Cerpen di Edisi Lainnya
Edisi Minggu, 7 April 2013
PUKUL enam petang. Hujan belum sepenuhnya berhenti. Di sekeliling rumah, suara air dari teritisan yang terempas di atas hamparan kerikil seolah melengkapi pentas orkes senja hasil kerja sama serombongan katak, cengkerik, dan burung malam. Tetapi sungguh, sejauh ini tak ada pengucapan sejernih suara tokek yang bertengger di salah satu dahan pohon jati di kebun depan. Satu tarikan panjang yang tersusun dari beberapa ketukan lirih, disusul empat ledakan pendek. Keras. Tegas. Diperdengarkan beberapa kali dalam irama yang terjaga. Kurasa malam ini dialah sang penguasa panggung.
PUKUL enam petang. Hujan belum sepenuhnya berhenti. Di sekeliling rumah, suara air dari teritisan yang terempas di atas hamparan kerikil seolah melengkapi pentas orkes senja hasil kerja sama serombongan katak, cengkerik, dan burung malam. Tetapi sungguh, sejauh ini tak ada pengucapan sejernih suara tokek yang bertengger di salah satu dahan pohon jati di kebun depan. Satu tarikan panjang yang tersusun dari beberapa ketukan lirih, disusul empat ledakan pendek. Keras. Tegas. Diperdengarkan beberapa kali dalam irama yang terjaga. Kurasa malam ini dialah sang penguasa panggung.